Saturday, 19 March 2011

Sad Ending ( Trip by Train from Kebumen, Central Java to Senin, Central Jakarta )

Dear All, Selamat siang semua...

Menyedihkan , Ironis dan ironisssssssssss sekali ( maaf lebay alias berlebihan ) perjalananku menggunakan ular besi ( kereta api coy ) yang dimiliki oleh PT Kereta Api. Dari Kebumen menyusuri Cilacap, Purwokerto, Brebes, Cirebon sampai Senin , Jakarta Pusat dan sangat menyedihkan. Mengapa ironis dan  menyedihkan kawan ? Do you know about it ?
Yach begini ceritanya. Di Negeri yang dibilang Gemah Ripah Loh Jinawi. Yang rakyatnya begitu makmur, Yang katanya pulaunya mencapai 17.000 lebih dan memiliki luas lebih dari 1 juta kilometer persegi. Masih banyak masyarkat yang tinggal di rumah bedeng di samping rel kereta api yang kondisinya sungguh..sungguh dan sangat. sangat tidak layak. It's very ironis. Mengapa lagi-lagi saya katakan ironis ?. Lahan samping rel kereta api dari Kebumen sampai Karawang dan Cikampek kondisinya sungguh luar biasa, tanah kosong yang masih luas, pemandangan indah, petani bawang di Brebes bersuka ria dan terlihat bahagia. tetapi keadaan berbanding 180 derajat ketika anda sampai di Samping Stasiun Senin. Ketika anda lihat di Jawa Tengah dan Jawa Barat rumah-rumah begitu anggun dan sangat layak huni tetapi saudara-saudara kita di Senin menggunakan tembok pembatas rel kereta sebagai rumah . Rumahnya pun menggunakan kardus, kantung beras bekas. Astaghfirullahaladzim. ( Maafkan hamba-Mu Ya Alloh yang hanya bisa kasihan kepada mereka yang Papa ). Saya tidak tega melihat anak-anak kecil disamping rel kereta itu makan ditemani debu-debu ibukota yang ganas. Panasnya terik matahari ibukotapun tak mereka hiraukan. Asal perut kenyang mereka sudah cukup bahagia, Bandingkan dengan rumah mewah anggota DPR yang terhormat yang dana renovasi rumah dinasnya saja menelan dana lebih dari setengah miliar. mengapa dana renovasi itu tidak dialokasikan saja buat fakir miskin ? ( Tanya Kenapa ), bukankah warga emper kerta api itu ikut memilih mereka yang duduk di Senayan ? Inilah kontradiksi realita sosial antara rakyat versus penguasa. Ibarat pepatah, Gajah berperang sama gajah , pelanduk mati di tengah-tengah. Penguasa berlomba-lomba memperkaya diri namun rakyat tergilas oleh banyaknya pajak dan retribusi serta imbas inflasi.
Saya jadi teringat pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegraan ( PPKN atau yang sekarang terkena PMP ). Saya dulu ingat guru saya sering menanyakan pasal-pasal dalam UUD 1945. Pasal 34 berbunyi : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Saya mempertanyakan apakah Pasal itu telah diamandemekan oleh DPR atau masih ada yach ? kalo masih ada kenapa masih banyak Fakir Miskin di Ibukota yang tinggal di samping rel kereta api yang rumahnya sangat tidak layak. Wallohua'lam bissowab. Semoga pandangan dan tulisan saya dapat di baca oleh Pemerintah agar mereka lebih peka kepada rakyatnya. karena Pemerintah tanpa rakyat tak ada gunanya . Semoga Pasal 34 UUD 1945 dapat diimplementasikan dengan baik.agar tidak ada lagi kaum fakir miskin di Jakarta dan diseluruh Indonesia.......Amiin